Oleh: Wanodya Asri Kawentar, M.Eng

November 2022 (Lomba Menulis dalam rangka Peringatan Hari Guru)

Menjadi guru adalah impian saya sejak kecil, walau impian itu sempat terlupakan dan beralih ke mimpi yang lain pada saat saya beranjak dewasa. Seiring berjalannya waktu, ternyata Allah SWT menyadarkan saya kembali terhadap impian saya waktu kecil, dan menunjukkan saya jalan menuju ke sana, yaitu menjadi seorang guru.

Saya bukan berasal dari lulusan pendidikan, bahkan bidang studi S-1 saya mungkin malah jauh dari itu. Saya lulusan S-1 Teknik Fisika, namun saat ini saya mengajar  mata pelajaran matematika. Walaupun tidak linier, namun saya bahagia dan menikmatinya.

Di SMA Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta inilah saya mulai belajar menjadi seorang guru. Ketika itu, rasanya seperti saya belajar dari nol. Menjadi guru bukanlah sekedar transfer materi semata, namun bagaimana membentuk karakter peserta didik agar menjadi pribadi yang baik dan mandiri. Bahkan di SMA Islam Terpadu  Abu Bakar Yogyakarta ini sebutan seorang guru dipanggil dengan nama ustad dan ustadzah. Sungguh panggilan yang penuh makna bagi saya.

Dari sebutan ustad dan ustadzah inilah menjadi penghujam bagi saya, bahwa menjadi seorang guru sejatinya adalah salah satu upaya untuk membangun peradaban. Suatu tugas yang sangat mulia. Suatu tugas yang berat pula tentunya. Namun, tanggung jawab ini akan terasa ringan jika kita lakukan dengan bergerak bersama.

Upaya membangun peradaban ini dimulai dengan langkah yang paling sederhana, yaitu menjadi teladan yang baik bagi anak didik kita. Dilanjutkan dengan upaya untuk terus belajar, mulai dari bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana mentransfer materi yang tepat, bagaimana membentuk karakter peserta didik sesuai dengan perkembangan zamannya. Dan tentunya, upaya membangun peradaban ini butuh kerjasama, butuh kerja tim yang solid. Karena tidak mungkin dilakukan sendirian.

Karena bukan berasal dari bidang studi pendidikan, banyak sekali hal yang perlu saya pelajari untuk menjadi guru. Semua saya jalani dengan bahagia, karena saya mejalaninya dengan kecintaan.

Saya belajar banyak hal terkait kelengkapan administrasi guru, yang itu sangat membingungkan bagi saya di awal. Alhamdulillah, dengan adanya lingkungan kerja yang nyaman dan partner kerja yang baik, semua itu dapat terlewati.

Saya belajar tentang berbagai metode pembelajaran, ternyata ada banyak macamnya. Guru tidak hanya sekedar ceramah satu arah. Namun , kelas dapat dibuat semenarik mungkin sesuai dengan materi ajar dan karakteristik peserta didik. Dari sinilah saya belajar, walaupun saya mengajarkan pelajaran yang pada umumnya tidak disukai banyak siswa, namun bagaimana caranya jangan sampai mereka membenci pelajaran saya. Bagaimana caranya mereka enjoy dengan pelajaran yang saya berikan. Sedapat mungkin saya melayani mereka satu persatu, memastikan mereka paham dengan apa yang saya sampaikan.

Dulu, banyak orang yang bertanya kenapa saya mau mejadi guru, padahal lulusan Teknik Fisika UGM. Ketika itu saya selalu menjawab bahwa ada kebahagiaan tersendiri dalam diri saya pada saat saya mengajar. Mungkin itulah cinta. Kecintaan inilah yang membuat saya tetap berada di sini, menjadi guru di SMAIT Abu Bakar Yogyakarta.

Mendidik anak-anak non-biologis dengan berbagai karakter remaja dan segala dinamikanya, jika bukan karena kecintaan di jalan Allah SWT, maka hal ini hanya akan menjadi kerja lelah semata.

Bismillaahirrohmaanirrohiim, semoga atas pilihan saya ini, Allah SWT berikan keberkahan didalamnya. Berkah atas rizki dan kesuksesan dunia akhirat. Allah SWT mudahkan jalan untuk terus dapat mengemban amanah pendidikan ini dengan sebaik-baiknya. Aamiin ya robbal ‘aalamiin.

https://smaitabubakar.sch.id/karena-cinta/